KERAJINAN TANGAN ASLI INDONESIA WAYANG KULIT

KERAJINAN TANGAN ASLI INDONESIA WAYANG KULIT

Wayang kulit (bahasa Jawa: ꦮꦪꦁꦏꦸꦭꦶꦠ꧀) adalah bentuk tradisional dari kesenian wayang yang aslinya ditemukan dalam budaya Jawa dan Bali di Indonesia. Narasi wayang kulit seringkali berkaitan dengan tema utama kebaikan melawan kejahatan.

Dalam kepercayaan dan sastra Jawa, wayang kulit diciptakan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga yang merupakan sebagai anggota Wali Songo dan merupakan keturunan Bangsawan Ponorogo, Arya Wiraraja. Kanjeng Sunan Kalijaga melihat masyarakat Indonesia terutama masyarakat suku Jawa yang menggemari pertunjukan Wayang Beber, dalam Islam melukis diatas kertas dianggap Haram (dilarang), maka dari itu Kanjeng Sunan Kalijaga memodifikasi bahan material dari karakter Wayang yang semula-mula terbuat dari Daluang (kertas Ponoragan) dan diganti menggunakan bahan dasar Kulit sapi, atau kerbau. Selain itu juga, digunakan sebagai syiar agama Islam jalur budaya tradisional.Sunan Kalijaga juga menambahkan karakter-karakter baru seperti punakawan yang terdiri atas Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng.

Seni pewayangan,khususnya wayang, diperkirakan sudah lahir di Indonesia pada zaman pemerintahan Airlangga, yang memerintah kerajaan Kahuripan(976-1012),Karya sastra Jawa yang menjadi sumber cerita wayang sudah ditulis oleh pujangga Indonesia pada Abad 10, seperti kitab Ramayana kakawin berbahasa Jawa Kuno yang ditulis pada masa pemerintahan Raja Dyah Balitung (989-910). Kitab ini disinyalir merupakan gubahan dari kitab Ramayana karangan pujangga India, Walmiki. Para pujangga tidak lagi hanya menyadur kitab-kitab dari mancanegara tetapi sudah mengubah dan membuat karya sastra dengan falsafah Jawa.  mulai dipertontonkan zaman pemerintahan Airlangga. Hal ini bisa dilihat dari beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu, yang menyebutkan kata-kata mawayang dan aringgit yang sudah ada menunjuk pada pertunjukan wayang yang dimaksud disini adalah wayang kulit. Dengan demikian kesenian wayang kulit sudah ada sejak zaman Airlangga dan masih berlangsung sampai saat ini.

Wayang berasal dari kata “Ma Hyang” yang artinya menuju kepada roh spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga yang mengartikan wayang adalah istilah bahasa Jawa yang bermakna “bayangan”, hal ini disebabkan karena penonton juga bisa menonton wayang dari belakang kelir atau hanya bayangannya saja.  dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. Dalang memainkan di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang (lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar.

Secara umum wayang mengambil cerita dari naskah Mahabharata dan Ramayana, tetapi tak dibatasi hanya dengan pakem (standard) tersebut, ki dalang bisa juga memainkan lakon carangan (gubahan). Beberapa cerita diambil dari cerita Panji, maupun kisah Rohani dari agama Islam, Kristen, Hindu, Budha.

Pertunjukan wayang kulit telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).  lebih populer di Jawa bagian tengah dan timur, sedangkan wayang golek lebih sering dimainkan di Jawa Barat.

Pembuatan Wayang kulit

Wayang kulit dibuat dari bahan kulit Kambing, Sapi Dan Kerbau yang sudah diproses menjadi kulit lembaran, per buah wayang membutuhkan sekitar ukuran 50 x 30 cm kulit lembaran yang kemudian dipahat dengan peralatan yang digunakan adalah besi berujung runcing berbahan dari baja yang berkualitas baik. Besi baja ini dibuat terlebih dahulu dalam berbagai bentuk dan ukuran, ada yang runcing, pipih, kecil, besar dan bentuk lainnya yang masing-masing mempunyai fungsinya berbeda-beda.

Namun pada dasarnya, untuk menata atau membuat berbagai bentuk lubang ukiran yang sengaja dibuat hingga berlubang. Selanjutnya, dilakukan pemasangan pada bagian-bagian tubuh seperti tangan, pada tangan ada dua sambungan, lengan bagian atas dan siku, cara menyambungnya dengan sekrup kecil yang terbuat dari tanduk kerbau atau sapi. Tangkai yang fungsinya untuk menggerakkan bagian lengan yang berwarna kehitaman juga terbuat berasal dari bahan tanduk kerbau dan warna keemasannya umumnya dengan menggunakan prada yaitu kertas warna emas yang ditempel atau bisa juga dengan dibron, dicat dengan bubuk yang dicairkan. Wayang yang menggunakan prada, hasilnya jauh lebih baik, warnanya bisa tahan lebih lama dibandingkan dengan yang bront.

Jenis-jenis wayang kulit berdasarkan daerah

  •  Purwa (Ponorogo)
  •  Emas (Ponorogo)
  •  Gagrak Kedu
  •  Gagrag Yogyakarta
  •  Gagrag Surakarta
  •  Gagrag Banyumasan
  •  Gagrag Jawa Timuran
  •  Krucil
  • Klitik
  • Kancil
  • Suluh
  •  Bali
  •  Banjar (Kalimantan Selatan)
  •  Palembang (Sumatera Selatan)
  •  Betawi (Jakarta)
  •  Cirebon (Jawa Barat)
  •  Sasak (Lombok)
  •  Madura (sudah punah)
  •  Buntok (Barito Selatan)
  • Wayang Siam (Kelantan, Malaysia)

Dalang wayang kulit

Dalang adalah bagian terpenting dalam pertunjukan kulit (wayang purwa). Dalam terminologi bahasa Jawa, dalang (halang) berasal dari akronim ngudal piwulang. Ngudhal artinya membongkar atau menyebarluaskan dan piwulang artinya ajaran, pendidikan, ilmu, informasi. Jadi keberadaan dalang dalam pertunjukan  bukan saja pada aspek tontonan (hiburan) semata, tetapi juga tuntunan. Oleh karena itu, di samping menguasai teknik pedalangan sebagai aspek hiburan, dalang haruslah seorang yang berpengetahuan luas dan mampu memberikan pengaruh baik pada permainan tersebut.

Dalang-dalang wayang kulit yang mencapai puncak kejayaan dan melegenda antara lain almarhum Ki Tristuti Rachmadi (Solo), almarhum Ki Narto Sabdo (Klaten, Surakarta), almarhum Ki Surono (Banjarnegara, gaya Banyumas), almarhum Ki Timbul Hadi Prayitno (Yogyakarta), almarhum Ki Hadi Sugito (Kulonprogo, Yogyakarta), Ki Soeparman (gaya Yogyakarta), Ki Anom Suroto (gaya Solo), almarhum Ki Manteb Soedharsono (gaya Solo), Ki Enthus Susmono, Ki Agus Wiranto, almarhum Ki Suleman (gaya Jawa Timur), almarhum Ki Sugino Siswocarito (gaya Banyumas). Sedangkan pesinden yang legendaris adalah almarhumah Nyi Tjondrolukito.

Wayang kulit memiliki sejarah panjang di Indonesia yang dapat ditelusuri hingga lebih dari seribu tahun yang lalu. Berikut beberapa peristiwa penting dalam sejarah wayang kulit: 

Asal-usul Wayang kulit

Wayang kulit diperkirakan sudah ada sejak zaman kerajaan Hindu-Buddha di Jawa. Istilah wayang berasal dari bahasa Jawa Kuna, yaitu hamayang yang berarti bayang-bayang. 

Pengaruh Hindu-Buddha

Wayang kulit digunakan untuk mengajarkan nilai-nilai moral dan legenda epik seperti Ramayana dan Mahabharata. 

Perkembangan di masa Islam

Seiring perkembangan agama Islam di Nusantara,  digunakan sebagai sarana dakwah oleh para wali, terutama Sunan Kalijaga. 

Perubahan bentuk wayang

Wayang golek diubah menjadi wayang purwa yang terbuat dari kulit dan hanya menampilkan bayangan saja. 

Pengakuan sebagai Warisan Budaya Takbenda

Pada tahun 2003, wayang kulit Indonesia diakui sebagai Warisan 

Budaya Tak Benda UNESCO. 

Berikut adalah beberapa peristiwa penting dalam sejarah  di 

berbagai zaman:

Zaman Dyah Balitung (898-910 M)

Zaman Prabu Dharmawangsa (991-1016 M)

Zaman Prabu Airlangga (1019-1042 M)

Zaman Kediri (1042-1222 M)

Zaman Majapahit (1293-1528 M)

Zaman Demak (1500-1550 M)

Zaman Pajang (1568-1586 M)

Zaman Mataram Islam

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *